Tuesday 6 August 2013

Nasib Putri Sulung



“Neng Uswah, neng…,” terdengar suara ibuku memanggil.
lenawaw.blogspot.com - 
Aku tak bergeming. Sengaja kubiarkan begitu saja, agar ibuku menyuruh adikku untuk mengerjakannya. Aku begitu sangat lelah sekali hari ini. Cucian hari ini bagai gunung. Banyak sekali yang harus dicuci. Dari sprei, mukenah, baju sekolah adik-adikku, hingga jaket tebal ayahku. Semua itu sangat menguras tenagaku. Aku sendiri terkadang heran sendiri mengapa aku yang lebih sering disuruh melakukan banyak hal oleh ibuku dari pada adikku yang pertama. Padahal aku sangat tau adikku adikku tak melakukan apa-apa dirumah. Ia hanya bermain dengan adik-adikku yang lain, sms an, browsing, dan itu-itu saja kegiatannya. Tak ada yang terlalu berarti.
Adikku yang satu ini baru pulang sekitar 3 hari yang lalu. Ia kuliah di salah satu universitas negri di Jogja. Usia kami hanya terpaut 3 tahun. Ia cantik, pintar dan memang sedikit lebih dekat dengan adik-adikku yang lain. Sedangkan aku yang memang tak terlalu suka untuk sering-sering bermain dengan mereka. Karena aku pikir aku hanya menyia-nyiakan waktu saja jika dihabiskan untuk bermain. Banyak pekerjaan yang harus dilakukan yang lebih penting dari itu.  
Walaupun ibuku tak pernah menyuruhku untuk melakukannya, namun rasanya tak tega jika ibuku melakukan pekerjaan itu semuanya. Mengurus nenekku mandi dan buang air setiap harinya saja sudah melelahkan. Apalagi ditambah baju anak-anaknya banyaknya sangat luar biasa. Kurang ajar sekali jika aku membiarkan ibuku melakukannya seorang diri. Itu sama saja membuat ibuku menderita dan memperlakukannya seperti pembantu. Sedangkan hari ini aku sengaja tak melakukan apapun agar ibuku tak hanya menyuruhku ketika adikku dirumah.
***
“Mi, miii… Liat,” ucapku sambil menunjuk kearah betisku.
 Tampak gurat biru tua berkelok dibawah lututku. Ya, itu tak lain adalah varices.
“Apa itu?” Tanya ibuku.
“Ini… Varices mi,” ucapku tersendat diiringi uraian air mata.
Hatiku rasanya hancur berkeping-keping melihat pemandangan dikakiku. Bagaimana mungkin? Aku harus menerima kenyataan ini. Aku bervarices!!! Ternyata tak hanya orang tua saja yang bias terkena varices. Anak muda sepertikupun ternyata sudah seperti ini. Berbagai macam pertanyaan berkelebat dalam tempurung kepalaku. Adakah orang yang sudi menerima dengan kekuranganku ini? Bagaimana jika aku hamil? Seberapa banyak varices yang terlihat? Apakah suamiku akan menerima? Bagaimana jika…
Kehawatiranku benar-benar menguras emosi. Aku langsung lari kekamar dan membenamkan mukaku kebantal. Tak ada satu kata pun yang mampu aku keluarkan selain isak tangis pilu yang sangat meyayat hati. Tak lama kemudian, adik sulungku masuk. Ekspresinya datar. Hanya mengambil baju rupanya. Tak berselang lama kemudian, ibuku pun menyusul masuk. Aku kira ibuku akan peduli atau pun menghibur atas  apa yang terjadi pada putri sulungnya. Ternyata aku salah besar ia hanya masuk untuk mengambil uang. Dan takkan pernah kembali lagi. Aku hanya bisa menangisi apa yang telah terjadi hingga adzan maghrib berkumandang.

No comments:

Post a Comment