“Neng Uswah, neng…,” terdengar
suara ibuku memanggil.
lenawaw.blogspot.com - |
Adikku yang satu ini baru pulang sekitar
3 hari yang lalu. Ia kuliah di salah satu universitas negri di Jogja. Usia kami
hanya terpaut 3 tahun. Ia cantik, pintar dan memang sedikit lebih dekat dengan
adik-adikku yang lain. Sedangkan aku yang memang tak terlalu suka untuk
sering-sering bermain dengan mereka. Karena aku pikir aku hanya menyia-nyiakan
waktu saja jika dihabiskan untuk bermain. Banyak pekerjaan yang harus dilakukan
yang lebih penting dari itu.
Walaupun ibuku tak pernah
menyuruhku untuk melakukannya, namun rasanya tak tega jika ibuku melakukan
pekerjaan itu semuanya. Mengurus nenekku mandi dan buang air setiap harinya
saja sudah melelahkan. Apalagi ditambah baju anak-anaknya banyaknya sangat luar
biasa. Kurang ajar sekali jika aku membiarkan ibuku melakukannya seorang diri. Itu
sama saja membuat ibuku menderita dan memperlakukannya seperti pembantu. Sedangkan
hari ini aku sengaja tak melakukan apapun agar ibuku tak hanya menyuruhku
ketika adikku dirumah.
***
“Mi, miii… Liat,” ucapku sambil
menunjuk kearah betisku.
Tampak gurat biru tua berkelok dibawah
lututku. Ya, itu tak lain adalah varices.
“Apa itu?” Tanya ibuku.
“Ini… Varices mi,” ucapku tersendat
diiringi uraian air mata.
Hatiku rasanya hancur
berkeping-keping melihat pemandangan dikakiku. Bagaimana mungkin? Aku harus
menerima kenyataan ini. Aku bervarices!!! Ternyata tak hanya orang tua saja
yang bias terkena varices. Anak muda sepertikupun ternyata sudah seperti ini. Berbagai
macam pertanyaan berkelebat dalam tempurung kepalaku. Adakah orang yang sudi
menerima dengan kekuranganku ini? Bagaimana jika aku hamil? Seberapa banyak
varices yang terlihat? Apakah suamiku akan menerima? Bagaimana jika…
Kehawatiranku benar-benar
menguras emosi. Aku langsung lari kekamar dan membenamkan mukaku kebantal. Tak ada
satu kata pun yang mampu aku keluarkan selain isak tangis pilu yang sangat
meyayat hati. Tak lama kemudian, adik sulungku masuk. Ekspresinya datar. Hanya mengambil
baju rupanya. Tak berselang lama kemudian, ibuku pun menyusul masuk. Aku kira
ibuku akan peduli atau pun menghibur atas apa yang terjadi pada putri sulungnya. Ternyata
aku salah besar ia hanya masuk untuk mengambil uang. Dan takkan pernah kembali
lagi. Aku hanya bisa menangisi apa yang telah terjadi hingga adzan maghrib
berkumandang.
No comments:
Post a Comment